Minggu, 18 September 2011

Monday, 19 September 2011 at 2:53

terkantuk kantuk jemari mengetuk tombol keyboard
sementara segumpal imajinasi menari dalam ruang kaca yang hampa
siluet wajah gelap tergambar disana

seperti judulnya, tulisan dalam blog ini kali ini masih seputar catatan ungkapan
berkisah tentang ungkapan perasaan remaja yang lapar dengan ungkapan yang bercerita.

jodoh, apakah sekedar percaya jodoh akan datang dengan sendirinya kalian tenang?
apakah kalian hanya pasrah menunggu sedangkan hati bergemuruh?
apakah menjadi munafik untuk tahu hati kalian rapuh kalian bisa tenang?
aku tidak..
aku percaya suatu saat ada waktu dimana aku mendapatkan siapa itu jodoh.
yang aku percaya aku bisa memilih kebahagiaan, bukan menunggu kebahagiaan.
tulisan ini berusaha seobjektif mungkin membahas jodoh dalam lingkup pikiran remaja galau.

dari pengalaman pribadi, disini penulis (dalam hal ini saya) menemukan beberapa hal yang juga
merupakan pengalaman pribadi, bahwa jodoh takkan ditemukan dengan berdiam diri.
dan tidak pula dengan penuh aksi.
walaupun jodoh merupakan rahasia alam, tapi tidak dipungkiri jodoh dapat datang kapanpun, dimanapun, dan dengan cara apapun. bukan jodoh kalau berakhir tragis (tangis).
sebenarnya bukan semata mata karena prihatin dengan jodoh penulis, tapi juga tulisan ini
direkayasa atas dasar rasa bimbang -yang walaupun sedikit tabu dibicaran- penulis akan munafiknya manusia menanggapi kata "jodoh tak lari kemana".

sebagian orang yang dengan konyol menanggapi "jodoh tak lari kemana" bulat bulat, terlebih
beliau seorang remaja yang tak dipungkiri memilik perasaan yang labil, lebih sering sakit hati.
banyak jerawat, kurus, susah tidur, dan lainnya. akibat memendam rasa demi "jodoh takkan lari kemana".
tentu saja secara psikis tiap orang berbeda rasa.
tapi secara naluriah, manusia diciptakan dengan perasaan cenderung menyukai sesama jenis (manusia). disini awal mula kekhawatiran penulis jika "jodoh tak lari kemana" menekan perasaan suka ini untuk berdiam diri. memaksa dan mendoktrin diri untuk diam menahan rasa.
ragu, mencinta! berharap surga datang dengan sendirinya oleh sikap diam. padahal diam tak harus selalu menahan rasa. anggapan "jodoh tak lari kemana" hanya untuk pecundang yang mudah menyerah. pernyataan yang jatuh kearah ini cenderung berharap harap penyesalan akan hilang dengan ini. dan sedikit ketenangan yang naif bahwa surga menunggu orang yang tawaqal, orang yang tabah.
dari beberapa kisah 2 sejoli yang terpisah, anggapan "jodoh tak lari kemana" mendominasi.
untuk meyakinkan keterikatan mereka yang takut kehilangan, tapi tetap ingin merasakan kesenangan mendua. anggapan ini seolah hanya melindungi keengganan untuk lepas. atau hanya sekedar meyakinkan seburuk apapun kehilangan, kalaulah jodoh tetap kan bersatu lagi. padahal di dalam dada gemuruh bersenada dengan pedih rasa kehilangan.
seharusnya kita yang melogiskan keadaan, keputusan yang pasti sebaiknya diambil.
kalau lepas, lepaslah sudah. kalau tetap menanti pastikan takkan ada yang tersakiti.
tak ada penantian yang menyakitkan dengan keterikatan yang memegang anggapan "jodoh tak lari kemana".

1 komentar: